Kamis, 30 Januari 2014

Cerpen Kakakku Tersayang

Hai, penulis amatir balik lagi bawa cerpen baru!! Ini tuh udah malem tapi gue gak bisa tidur. Iseng, gue mau ngepost cerpen baru aja. Semoga kalian suka...

*****
 
        "Dek, ayo bangun udah pagi nih. Kamu gak mau terlambat kan?" Kata kak Zia yang sibuk membangunkanku.
        "Aduh kak, kenapa sih? Ini tuh masih pagi banget kali." Jawabku yang kembali tidur. Sepertinya kak Zia sudah sangat kesal.
        "Kamu itu gimana sih? Kakak susah-susah cari uang untuk sekolah kamu sama Bayu eh kamu malah males-malesan gini sekolahnya." Omel kakakku. Huh! Udah capek aku denger ocehan dia. Tiap pagi ngomongnya itu mulu.
        "Ya udah kalau kakak gak ikhlas biayain sekolah aku, mending gak usah aja. Lagian aku juga gak pernah minta untuk disekolahin." Jawabku kesal.
        "Bukan gitu maksud kakak. Udah cepat mandi sekarang juga gak ada alasan ini itu!" Suruh kak Zia. Dengan malas, aku melangkah ke kamar mandi dan bersiap untuk sekolah.
        Oh iya, namaku Silvi. Aku anak kedua dari 3 bersaudara. Aku duduk di kelas 3 SMPN 08. Adikku bernama Bayu. Dia masih kelas 4 di SDN Harapan Bintang. Kakakku bernama Zia. Kak Zia putus sekolah sejak 4 tahun yang lalu. Kalau saja Kak Zia tidak putus sekolah, mungkin sekarang ia duduk di kelas 2 SMA. Kami tinggal di sebuah gubuk tua di pemukiman kumuh.
        Hidupku bisa dibilang cukup susah. Yah, pas-pasan lah. Sebenarnya, aku lahir di keluarga yang berkecukupan atau bahkan lebih. Namun semua berubah ketika perusahaan ayah bangkrut dan ayah terbelit hutang yang cukup banyak. Ayah yang tertekan memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Setelah Ayah meninggal, Bunda jadi sakit-sakitan, dan menyusul Ayah 2 bulan kemudian. Semenjak kejadian itu, Kak Zia yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup kami. Selain itu juga untuk biaya sekolahku dan Bayu
        "Kak Silvi udah bangun? Sini kak kita sarapan!" Ajak Bayu begitu aku keluar kamar dan tiba di ruang tengah.
        "Hhh... iya." Jawabku malas. Ku lihat kak Zia sedang membawa makanan dari dapur ke ruang tengah. Kuperhatikan sarapan kami kali ini. Hah, lagi-lagi tahu dan tempe dengan sedikit nasi. Aku bosan! Aku ingin bisa menikmati makanan enak seperti dulu.
        "Ayo dimakan mumpung masih anget." Ujar Kak Zia. Ku lihat Bayu makan dengan lahap sedangkan Kak Zia hanya makan setengah sendok nasi dengan lauk 1 buah tahu.
        "Aku gak mau makan!" Seruku yang membuat Bayu dan Kak Zia tersentak.
        "Kenapa? Kakak sakit?" Tanya Bayu.
        "Aku gak mau makan! Aku gak mau makan ini lagi. Aku bosan selalu makan hanya dengan tahu, tempe, serta sedikit nasi. Aku mau makan makanan enak seperti dulu lagi." Keluhku. Kak Zia menghela nafas.
        "Kakak ngerti, kakak tau. Kakak juga mau makan makanan yang enak lagi. Tapi liat kondisi kita sekarang Silvi. Untuk bisa membeli ini saja sangat susah. Kamu harus bisa ngerti keasaan kita sekarang. Kamu harus bisa menerimanya Silvi." Nasihat Kak Zia.
        "Tapi aku kangen kehidupan kita dulu. Aku Juga kangen sama ayah&bunda." kataku mulai menangis.
        "Bayu juga kak. Tapi kita harus bisa terima apa yang kita punya sekarang. Kita harus jalanin dengan sabar dan tabah." Jelas Bayu. Aku berhenti menangis dan langsung bersiap untuk berangkat sekolah.
        "Gak sarapan dulu?" Tanya Kak Zia. Aku menggeleng.
        "Aku jajan aja di sekolah. Minta uang jajan kak." Pintakku pada kak Zia.
        "Kita gak boleh boros Kak. Lagian kakak juga gak begitu butuh uang jajan kan? lebih baik uangnya ditabung aja atau buat beli makanan." Kata Bayu.
        "Aku gak mau tau! Kalau gak dikasih uang jajan aku gak mau sekolah." Aku berhenti memakai sepatuku yang sudah lumayan rusak ini.
        "Baiklah, tapi belajar yang rajin dan benar ya. Hati-hati yaa..." Pesan Kak Zia sambil memberikan selembar uang 5.000-an padaku. Bayu hanya memandangku tak suka. Egois memang, tapi aku masih belum bisa menerima keadaan ekonomi keluargaku sekarang. Akhirnya aku dan Bayu pamit pergi ke sekolah.
*****

        "Hai Va!!" Sapaku pada Irva, sahabatku. Irva menoleh. Ada apa sih di mading? Kok rame banget?" Tanyaku begitu melihat kerumunan anak-anak di sekitar mading.
        "Hai juga Vi. Itu loh, ada pengumuman kalau anak kelas 9 bakal ada acara study tour ke Jogja. Aku bingung sih, kita mau UN tapi malah ada study tour ke jogja, 3 hari pula. Yang mau ikut bayar Rp. 250. 000,00 gitu. Acaranya masih 2 bulan lagi tapi pengumumannya sekarang" Irva menjelaskan. Aku mengangguk mengerti.
        "Kamu ikut Va?" Tanyaku lagi.
        "Ikut dong, kalau kamu?" Jawab Irva.
        "Pasti! Siapa sih yang mau ketinggalan acara study tour ke luar kota begini? Bareng sama semua temen yang bentar lagi bakal pisah." Kataku yakin. Padahal belum tentu juga Kak Zia punya uang sebanyak itu untuk study tour. Tapi sudahlah. Akan kuminta pada kak Zia.
 *****
 
         "Apa?? 250.000? Dari mana kita dapat uang segitu banyak Silvi? Lagipula kan tidak wajib ikut. Bagi yang mau aja kan?" Respon Kak Zia begitu aku minta untuk ikut study tour sekolah.
        "Tapi kak, Aku mau ikut acara study tour itu. Pliiisss... kak. Udah lama aku gak ikut acara study tour sekolah. Terakhir waktu Bunda masih ada. Ayolah kak, aku mohon..." Pintaku sambil memohon-mohon pada Kak Zia.
        "Kita itu gak kayak dulu lagi Sivi!" Bentak Kak Zia. Aku tersentak. Baru kali ini Kak Zia membentakku. "Kamu gak mikir apa? Kita itu makan aja sekarang susah. Kalau kamu maksa buat ikut study tour itu, kita mau makan apa?" Lanjutnya.
        "Kak Zia jahat! Kakak kan tau aku gak suka dibentak? Lagian apa salahnya aku mau ikut study tour sekolah? Apa Kak Zia gak bisa menuhin keinginanku kali ini aja? Ya, aku tau sih kalau Kak Zia itu emang gak bisa diandalkan dan muna. Bilang aja kakak gak bisa menuhin permintaan aku karena kakak ngabisin uang kita iya kan?" Balasku.
        "PLAKK!!" Tamparan Kak Zia mendarat (?) dipipi kananku. "Jaga omongan kamu!! Kamu tau, kakak kerja keras buat kebutuhan hidup kamu dan Bayu tapi kamu malah nuduh kakak yang tidak-tidak?" Bentak Kak Zia lagi. Aku mulai menangis sambil memegangi pipiku yang terasa panas. Kak Zia yang sepertinya baru saja sadar habis menamparku langsung mendekatiku.
        "Aku benci Kak Zia!! AKU BENCI!!" Teriakku lalu berlari kekamarku dan Kak Zia. Bayu tidur di kamar 1 lagi.
        "Vi, buka pintunya Vi! Kakak minta maaf. Tadi kakak khilaf dan beneran tidak sadar telah nampar kamu!" Teriak Kak Zia dari luar kamar. Aku tidak bergeming dan tetap menangis. Kubiarkan Kak Zia terus mengetuk ointu kamar yang ku kunci. Akhirnya aku diam di kamar sampai besok pagi.
*****

        Sejak kejadian itu, aku dan Kak Zia tidak lagi bertegur sapa. Selain itu, Kak Zia juga jadi sering terlambat pulang. Bayu hanya bisa diam dan menunggu hubunganku dan Kak Zia membaik. Terkadang ia juga mengingatkanku untuk berbaikan. Hari ini Minggu, aku bermain di rumah Irva yang tak jauh dari rumahku. Saat aku masuk ke rumah Irva, aku melihat sosok yang sangat ku kenal.
        "Kak Zia?!" Kataku kaget melihat Kak Zia di rumah Irva. Apa yang di lakukan Kak Zia disini? Kalau bekerja juga Kak Zia menjadi kuli angkut di pasar atau menerima jasa cuci baju.
        "Silvi? Kamu ngapain di sini?" Tanya Kak Zia gugup.
        "Yang ada aku tanya kakak ngapain di rumah Irva?" Tanyaku. Irva hanya memasang tampang bingung.
        "Kok kamu gak tau sih? Kak Zia kan kerja dirmah aku. Katanya lagi ngumpulin uang buat study tour sekolah. Emang kamu gak diceritain?" Tanya Irva. "Enak ya punya kakak kayak Kak Zia yang selalu peduli sama adiknya. Dia rela loh kerja sampe malam biar bisa ngumpulin uang buat study tour kamu." Lanjutnya. Aku menatap Kak Zia yang sedang menunduk dengan pandangan tidak percaya.
        "Itu beneran kak?" Tanyaku. Kak Zia hanya diam. Aku langsung langsung berlari ke arah Kak Zia dan memeluknya. "Makasih kak! Kak Zia memang kakak yang terbaik. Maaf ya kak, Silvi sering egois dan gak mikirin keadaan kita sekarang." lanjutku. Kak Zia tersenyum dan membalas pelukanku.
        "Sama-sama dek. Maaf ya kakak pernah nampar kamu. Kakak beneran ngga sengaja nampar kamu. Kakak kebawa emosi." Kata Kak Zia.
        "Kak Zia memang kakak yang terhebat. Silvi sayang Kakak!" Kataku.

TAMAT
*****

Huh, akhirnya selesai juga cerpen ini. Gimana? bagus gak? Kalau nggak ya gak papa kalau iya ya Alhamdulillah. Maaf kalau ada banyak kekurangan dalam cerpen ini. Maaf juga kalau banyak typo-nya. Makasih bagi yang sudah baca postingan ini. Udah dulu deh ngantuk. Sampai ketemu di postingan berikutnya!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar