Sabtu, 25 Januari 2014

Cerpen Mengulang Waktu

Hai semua!! Gue balik lagi bawa cerpen lain nih. Kemarin temen-temen bilang cerpen-cerpen gue kepanjangan jadi pada males bacanya. Ya karena gue hobi baca, menurut gue sih segitu mah masih kurang panjang. Tapi gue hargain kritik mereka. Jadi sekarang gue bikin cerpen yang mungkin rada lebih pendek. Langsung aja...
 *****

Angin semilir berhembus menerpa wajahku. Melalui jendela yang sengaja tidak ku tutup. Sedikit demi sedikit, hujan mulai turun membasahi bumi. Alam seakan mengerti apa yang kurasakan saat ini. Ya, aku sedang bersedih. Menyesali perbuatanku dulu. Perbuatan yang membuatku selalu merasa bersalah.
         Namaku Rara. Aku berusia 14 tahun. Sudah 4 tahun berlalu sejak kejadian tersebut. Kejadian yang menyebabkan aku selalu merasa bersalah. Kejadian yang menjadikan aku seorang pemurung. Kejadian yang membuatku selalu melihat ke belakang. Pelahan air mataku menetes membasahi pipiku. Mengingat kejadian yang aku harap tidak pernah terjadi. Ku pandangi halaman demi halaman buku yang ada di genggamanku. Membaca setiap kata yang tertulis disana. Memutar kembali memori 4 tahun yang lalu.

FLASHBACK ON
           Aku hanya anak berumur 10 tahun yang belum mengerti banyak hal. Yang belum memiliki banyak pengalaman hidup. Yang masih mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitarku. Ayahku merupakan pemilik perusahan swasta yang cukup besar di Indonesia. Aku memang beruntung. Tidak seperti temanku, Aya. Dia terlahir di keluarga yang pas-pasan. Aku tidak begitu senang dengannya. Aku selalu menjelek-jelekkannya walaupun dia selalu saja memperhatikanku dan selalu berusaha untuk berteman denganku.
            “Rara udah makan belum? Kalau belum makan sama aku yuk! Aku bawa nasi goreng nih. Rara mau?” Tawar Aya menghampiriku. Dia membuka kotak bekalnya. Aku hanya memandangnya sinis.
            “Maaf ya Ya, tapi aku gak biasa makan makanan murahan kayak gitu. Aku juga bawa pizza kok buat bekel. Aku mau makan sama Ghina aja deh.” Kataku lalu pergi meninggalkan Aya yang terlihat sedih. Walaupun begitu, Aya tetap tersenyum kepadaku.
            Saat pulang, aku melihat banyak orang yang sedang mengangkut barang-barang di rumahku. Disana juga terlihat Mama yang sedang menangis dan Papa yang menenangkannya. Aku hanya menatap bingung dan berjalan mendekati Mama dan Papa dan memberanikan diri untuk bertanya.
            “Ma, Pa, ada apa? Kenapa banyak orang yang ngangkut barang-barang kita?” Tanyaku. Mama dan Papa memandangku sedih.
            “Kita udah gak punya uang lagi sayang. Papa bangkrut dan rumah kita disita. Terpaksa, kita harus pindah ya sayang.” Kata Papa sambil mengelus kepalaku lembut. Mendengarnya, aku merasa sangat sedih. Papa bangkrut? Apa sekarang aku harus hidup sederhana seperti Aya?
           Aku hanya bisa menangis saat melihat barang-barangku dikeluarkan satu per satu. Mama dan Papa mengajakku ke rumah yang akan kami tempati sekarang. Sebuah kontrakan senderhanya yang jelas sangat jauh berbeda dengan rumah lama kami yang megah. Aku hanya mencoba tegar menghadapi semuanya.
          Esoknya, aku berangkat sekolah dengan berjalan kak diitemani dengan mendungnya langit. Jarak rumah baruku dengan sekolah tidak terlalu jauh. Ku langkahkan kaki memasuki kelasku. Semua sahabatku memandangku dengan sinis.
           “Ih, sekarang Rara jadi orang miskin kayak Aya. Gak pantes temenan sama kita-kita.” Ujar Ghina. Hatiku serasa dihunjam ribuan tombak mendengarnya.
           “Iya, berarti gak bisa lagi main sama kita-kita. Sekarang Rara sekeluarga kan jatuh miskin hahaha…” Killa menambahkan. Aku mulai menangis. Seperti inikah yang dirasakan Aya saat aku mengejeknya? Sakit. Sangat sakit mendengar orang yang kita anggap sahabat mengatakan hal-hal seperti itu pada kita.
           “Hahaha… maaf ya Ra, tapi kita gak bisa temenan lagi sama kamu. Kita gak pantes temenan sama orang miskin kayak kamu!!” Kata Yani. Cukup sudah, pertahananku runtuh. Aku berlari keluar sekolah dan berhenti di tengah jalan yang cukup ramai.
            “KENAPA HARUS AKU YANG MENGALAMI INI?? KENAPA?!” Teriakku sambil menangis. Seketika hujan turun dengan deras. Di tengah suara deru hujan, kudengar Aya memanggilku.
            “Rara, ngapain kamu disitu? Ayo sini nanti kamu bisa celaka!” Panggil Aya dari tepi jalan.
           “Gak! Aku gak mau! Kenapa harus keluargaku yang jatuh miskin? Kenapa?” Jawabku masih menangis. Dari arah kanan, kulihat ada semuah mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi. Aku memejamkan mataku. Apa ini akhir hidupku? Apa ini waktuku untuk pergi?
  Tiba-tiba, aku merasa ada yang mendorongku dari belakang. Aku terjatuh di tepi jalan. Kubuka mata, dan yang kulihat adalah tubuh Aya yang tergeletak bersimbah darah di tengah jalan. Mobil tadi sudah pergi entah kemana. Ku hampiri Aya dan menangis.
            “Aya, maafin aku yang selalu jahat sama kamu. Yang selalu ngatain kamu. Maaf Ya, aku bener-bener menyesal.” Kataku disela-sela tangisku.
            “Aku udah maafin Rara kok. Kar… na aku u… dah nganggep Rara sa… habat aku.” Jawab Aya sebelum akhirnya dia pergi untuk selamanya. Aku menangis diiringi hujan yang mengguyur bumi dengan derasnya. Aya pergi? Seorang sahabat yang tak kuanggap keberadaannya telah pergi? Mengapa kau ambil dia Tuhan?

FLASHBACK OFF
            Kuhapus air mata yang mengalir di pipiku. Teringat pesan Aya yang terdapat di halaman terakhir buku hariannya. ‘Aku janji akan buat Rara senang. Aku gak akan biarin Rara nangis. Karena Rara udah kuanggap seorang sahabat’. Itulah kata-kata yang tertulis di halaman terakhir buku yang kupegang. Ya, buku itu adalah buku harian Aya. Buku yang diberikan oleh Bunda Aya setelah pemakaman Aya selesai.
            Aku sangat menyesal atas kejadian itu. Andai saja aku bisa mengulang waktu, aku akan mencegah kejadian tersebut. Tak akan pernah aku menjelek-jelekkan Aya. Aku akan sangat beruntung memiliki sahabat seperti Aya. Tapi waktu tak bisa diulang kembali. Sahabatku telah pergi. Pergi untuk selamanya. Menyisakan sejuta penyesalan di dalam benakku. Walau kau telah tiada, segala yang kau lakukan untukku tak akan aku lupakan Aya.
TAMAT
*****
Gimana menurut kalian? Maaf ya kalau gaje, kependekan atau sebagainya. Maaf juga ya kalau banyak typo-nya. Kemarin pada komentar kalau kebanyakan typo. Ya udah lah maafkan aja kalau ada kekurangan dalam cerpen ini. Cerpen ini juga 100% karangan. Jadi kalau ada kesamaan nama, cerita, dan kejadian, itu gak sengaja (Kayak di sinetron aja). Segini dulu deh. Sampai ketemu di postingan selanjutnya :).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar